Garda Indonesia Ancam Matikan Aplikasi Ojol dan Gelar Demo ke Istana, Tuntut Revisi Regulasi hingga Copot Menhub

Ketua Asosiasi pengemudi ojek online (ojol) Garda Indonesia, Igun Wicaksono mengungkap pihaknya akan menggelar demonstrasi di Istana Kepresidenan Jakarta, pada Rabu, 17 September 2025. ((Instagram.com/@igunwicaksono)

– Asosiasi pengemudi ojek online (ojol) Garda Indonesia memastikan akan menggelar demonstrasi besar di Istana Kepresidenan Jakarta pada Rabu, 17 September 2025.

Dalam aksi ini, para pengemudi ojol berencana mematikan aplikasi secara serentak sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dianggap merugikan mereka.

Ketua Umum Garda Indonesia, Igun Wicaksono, meminta masyarakat mencari transportasi alternatif pada hari aksi. Ia menegaskan sebagian besar driver ojol akan berhenti beroperasi demi menunjukkan solidaritas.

“Pada 17 September, transportasi online akan mematikan aplikasi secara masif sebagai bentuk solidaritas aksi ke Kemenhub, Istana, dan DPR RI,” tegas Igun, Selasa (16/9/2025).

Tujuh Tuntutan Garda Indonesia

Dalam pernyataannya, Igun menyampaikan tujuh tuntutan utama. Pertama, memasukkan RUU Transportasi Online ke Prolegnas 2025–2026. Kedua, menurunkan potongan aplikator dari 20 persen menjadi 10 persen. Ketiga, membuat regulasi tarif antar barang dan makanan.

Selain itu, Garda menuntut audit investigatif atas potongan tambahan 5 persen dari aplikator serta penghapusan program yang dianggap merugikan driver, seperti Aceng, Slot, Multi Order, dan Member Berbayar.

Desakan Copot Menhub dan Usut Tragedi

Garda juga mendesak Presiden Prabowo mencopot Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi. Mereka menilai sejak Dudy menjabat, Kemenhub mengalami kemunduran.

Selain itu, Garda meminta Kapolri mengusut tuntas tragedi 28 Agustus 2025 yang menewaskan Affan Kurniawan, salah satu pengemudi ojol dalam aksi demonstrasi di Jakarta.

“Hari Perhubungan Nasional seharusnya jadi kebanggaan, tetapi justru menunjukkan kemunduran sejak Dudy menjabat Menhub,” kata Igun.

Respons Menhub Dudy

Menhub Dudy sebelumnya menyatakan terbuka untuk menurunkan potongan komisi ojol menjadi 10 persen. Namun, ia menilai keputusan tersebut harus mempertimbangkan keseimbangan ekosistem transportasi online dan mendengar aspirasi aplikator.

“Bisa saja potongan diturunkan, tapi rasanya tidak arif jika tidak mendengarkan semua pihak,” ujar Dudy dalam pertemuan dengan aplikator pada Mei 2025.

Keluhan Driver Ojol

Sejumlah driver mengeluhkan potongan besar yang diberlakukan aplikator. Irfan, perwakilan Lintas Gadjah Mada, menyebut selain potongan 20 persen, driver juga dipaksa mengikuti program berbayar untuk bisa mendapatkan order.

“Kalau tidak ikut program, driver jadi anyep, sepi order. Sudah dipotong 20 persen, masih harus bayar Rp3.000 sampai Rp20 ribu,” ungkap Irfan.

Keluhan serupa datang dari Kemet, driver dari Aliansi Pengemudi Online Bersatu. Ia menyoroti ketiadaan jaminan keselamatan dan perlindungan kerja.

“Selama ini kami bekerja tanpa jaminan keamanan dan kesejahteraan. Pemerintah seakan tidak pernah menganggap kami ada,” tegasnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *